24/11/11

Street Photo Part2

Shoes and Fruits by Irsan Jafar
She Caught the Katy by Irsan Jafar

A Beggar by Irsan Jafar

Stand By Me by Irsan Jafar
Rests Foot by Irsan Jafar

Grilled fish by Irsan Jafar

Wait...by Irsan Jafar
Greengrocer by Irsan Jafar
Three Beauty by Irsan Jafar
Wailing by Irsan Jafar

30/10/11

INTRO : Fotografi Jalanan (Street Photography)

Oleh: Irsan Jafar

          Salah satu yang paling berkembang saat ini adalah fotografi. Diantara perkembangannya yang signifikan dibuktikan dengan banyaknya bermunculan terminologi baru dalam dunia fotografi, baik yang berkenaan dengan peralatan teknis, ataupun jenis genre dalam fotografi. Beberapa tahun belakangan ini berkembang istilah Street Photography (Fotografi Jalanan), yaitu sebagai salah satu genre baru dalam fotografi. Jenis fotografi ini bersifat dokumenter dan humanistik. Objek sentral dari genre ini menyangkut manusia dan  kehidupan perkotaan. Melingkupi potret keseharian manusia-manusia kota dari berbagai latar belakang dan status sosial, arsitektur bangunan kota dan area-area publik. Bahkan potret kesemrawutan visual kota akibat ulah sekelompok manusia.
by Markus Hartel
            Sekelumit pola dan tingkah manusia seringkali muncul secara spontanitas di jalan. Bahkan tidak sedikit orang yang hidup dalam siklus kota melakukan kebiasaan-kebiasaan aneh. Artinya, kebiasaan yang dianggap lumrah bagi sebagian orang kota namun jarang dilakukan oleh kebanyakan orang. Seperti menjemur pakaian di jembatan kanal, menggosok gigi di dalam mobil, ataupun tidur di atap halte. Terlepas sikap aneh tersebut didasari asas kesadaran bermasyarakat atau tidak, namun demikianlah realitas yang terjadi di perkotaan. Dan niscaya akan menjadi kepuasan tersendiri bagi seorang fotografer street jika berhasil merekam hal yang aneh.
        Street Photography sangat populer di negara-negara besar seperti Inggris, Jerman, Brasil, Cina, Singapura dan juga Indonesia. Karena tingginya arus kesibukan manusia dan kepadatan ruang-ruang publik menjadi perhatian tersendiri bagi fotografer street. Sebab kebanyakan fotografer yang bermukim di kota besar hampir tidak memiliki waktu khusus untuk hunting foto, apalagi harus mengeluarkan biaya besar untuk melakukan perjalanan jauh tetap dalam rangka berburu foto. Dalam Street Photography, subjek bisa terdapat dimana-mana meski seringkali diluar rencana (spontanitas), sehingga subjek foto dan fotografer menjadi lebih dekat. Namun, bukan berarti dari kedekatan itu si fotografer hanya sekadar memotret situasi di sekelilingnya. Sebab, pada dasarnya genre apapun yang dijadikan lokomotif berkarya fotografi tetap mengacu pada konsep dan terapan kaidah-kaidah fotografi konvensional. Tentunya juga tidak lepas dari kreativitas.
by Markus Hartel

           Selain ruang-ruang publik yang menjadi domain penting dalam street photography, yang tidak kalah penting lainnya adalah aneka ragam simbol atau tanda, bentuk grafik dan tekstur. Fotografi genre ini tidak menjustifikasi bahwa manusia selamanya yang menjadi subjek utama. Dikarenakan subjek yang terdapat di lingkungan sekitar kita sangat bervariasi, tergantung pengamatan dan pikiran cermat yang secara spontanitas untuk menangkap sesuatu yang tampak di jendela bidik kamera. Dengan memperhatikan arah datangnya cahaya dan kreativitas mengolah bentuk, tekstur dan simbol tersebut ke dalam satu framing maka akan dapat menghasilkan foto street yang baik. 
by Simon Saw Street
Lebih mendalam lagi secara karakteristik Street Photography merupakan satu bentuk upaya penggambaran situasi sosial yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Sekaligus membangun kesadaran publik bahwa masih ada kehidupan ‘lain’ di luar sana yang membutuhkan perhatian. W. Eugene Smith misalnya, yang menarik perhatian dunia lewat karya esai fotonya mengenai penyakit Minamata yang diderita penduduk sekitar sebagai dampak buruk yang diakibatkan limbah pabrik logam Chisso di Jepang. Fotografer Manuel Rivera Ortiz yang mengkampanyekan kepada dunia tentang kemiskinan. Demikian juga dilakukan oleh Henri Cartier Bresson, Eugene Atget dan Don McCullin yang mendokumentasikan kondisi masyarakat yang berada dalam keterpurukan sosial akibat konflik perang, perselisihan perkotaan, dan sebagainya.
w.eugene smith_untitled-pittsburgh_factory 1955
           Di Indonesia, peminat Street Photography sedang tumbuh berkembang. Belakangan ini banyak berdiri komunitas fotografi berbasis street, utamanya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Selain didukung oleh aneka macam desain arsitektur bangunan dari model tradisional hingga modern, juga di dukung oleh beragamnya aktivitas masyarakat kota dari berbagai latar belakang dan status sosial. 
Chess Man, by Irsan Jafar

         Memang kenyataannya bahwa kehidupan perkotaan dan segala persoalannya tidak akan pernah “selesai” untuk direkam, kapan pun dan dimana pun. Perhatikanlah di sekeliling anda, barangkali ada sesuatu yang menarik. Selamat beraksi!
Sekian

27/10/11

Fine ArtPhoto by Irsan Jafar

NN (NoName), by Irsan Jafar
Octagon, by Irsan Jafar

The Spiral Lights, by Irsan Jafar

Eliminated, by Irsan Jafar

Metro Gate, by Irsan Jafar

Belenggu, by Irsan Jafar

NO Smoking, by Irsan Jafar

Electrical Plugs, by Irsan Jafar








23/10/11

Street Photo by Irsan Jafar

"Kuta Beach" by Irsan Jafar
"Temple Gate" by Irsan Jafar
"Walk on Road", by Irsan Jafar
"Ngantuk" by Irsan Jafar
"Makan Mie" (Eating Noodles), by Irsan Jafar
"Childs Play", by Irsan Jafar


















"Chess Man", by Irsan Jafar


"Di Batas Kota" (In Frontier), by Irsan Jafar
"In Front a Temple", by Irsan Jafar
"Mengemis" (Beg), by Irsan Jafar

21/10/11

Antara Fotografi Warna dan Fotografi Hitam-Putih

Oleh Irsan Jafar
Popularitas fotografi saat ini bagai jamur yang melekat di dinding basah. Semakin lama, semakin banyak diminati dan meluas. Atau sederhananya hampir semua kalangan orang “sadar kamera”, entah dipotret atau memotret. Memang, sangat manusiawi jika seseorang tertarik dengan fotografi. Tidak ada yang sulit, kini dengan ponsel saja seseorang bisa memotret apa saja, dimana saja, atau dengan istilah “pilih mana suka” semua orang bisa merekam setiap objek sesuka hati. Terlepas dari kaidah-kaidah estetika atau penentuan warna. Karena pada dasarnya setiap orang sadar bahwa sebuah momen tidak akan terjadi dua kali sehingga tiap momen berharga dianggap patut diabadikan. Tidak heran jika fotografi telah menjadi kebutuhan dalam kehidupan kita. Bahkan sebagian orang menganggap bahwa fotografi membuat kehidupan seseorang lebih berwarna dan lebih kompleks. Sebab di dalamnya berusaha menyampaikan bahasa nonverbal yang terbentuk dari bangunan komposisi, ritme cahaya, dimensi warna dan pesan dalam satu framing. Sehingga dengan bahasa itu seseorang bisa lebih mengaktualisasikan diri berdasarkan kehendak hati.  Singkatnya, fotografi tidak sekedar sebagai media dua dimensi di atas kertas foto.
Sekarang ini, dunia fotografi telah dieksplorasi sekian banyak manusia. Dan setiap manusia yang memilih jalan ini tentunya berangkat berdasarkan motivasi dan alasan tertentu. Maka lahirlah alasan yang beragam, mulai dari sekedar for fun  hingga menjadi mata pencaharian dan bahkan ada sub pilihan khusus yakni fotografi warna atau fotografi hitam-putih. Meskipun pada akhirnya motivasi seorang fotografer itu senantiasa berubah tergantung dinamika perkembangan fotografi.
Dikotomi warna dan hitam-putih sebagai generalisasi “besar” dalam fotografi seolah mendefinisikan bahwa fotografi warna adalah foto yang terdiri dari komponen-komponen warna yang secara teratur dan bersatu padu membentuk komposisi utuh. Sementara fotografi hitam-putih yakni foto yang terdiri dari komposisi yang terbentuk berdasarkan intensitas cahaya, jika cahaya yang masuk lebih banyak maka akan terang dan disebut sebagai putih dan jika cahaya yang masuk lebih sedikit maka akan gelap dan disebut sebagai hitam. Karena intensitas cahaya senantiasa bergradasi sehingga mampu membentuk objek menjadi jelas. Jadi, secara visual antara keduanya jelas perbedaannya.
Setiap fotografer telah membuat keputusannya sendiri ketika akan memotret sesuatu, apakah menjadikan momen itu warna atau hitam-putih. Keputusan tersebut biasanya ditentukan sebelum meninggalkan rumah atau terkadang keputusan itu ditentukan oleh situasi di lapangan. Pada kasus tertentu, tidak ada pilihan lain fotografer selain hitam-putih. Misalnya fotografer kelas dunia seperti Henri Cartier Bresson, James Nachtwey dan Hilmar Pabel yang menjalani profesi memotretnya ke berbagai belahan dunia yang ketika itu negara-negara dunia tengah sibuk di dalam konflik Perang Dunia. Pada masa itu dunia fotografi masih dalam proses transisi dari fotografi hitam-putih ke fotografi warna.
Menetapkan pilihan yang terbaik antara warna atau hitam-putih jelas akan melahirkan asumsi yang berbeda dan “super” subjektif. Meskipun setiap asumsi tersebut belum dapat digeneralisasikan ke dalam setiap kasus di dunia fotografi. Mungkin akan lebih bijaksana jika disebutkan bahwa keduanya masing-masing memiliki keunggulan.

Keunggulan fotografi Warna dan Hitam-Putih
           
Fotografi Warna
Sebagai media dua dimensi seperti dalam seni lukis, warna merupakan instrumen penting dalam upaya membangun komunikasi antara pelukis dengan pengamatnya. Kekuatan sebuah lukisan akan terbentuk jika terdapat keseimbangan warna, bentuk dan komposisi yang secara bersamaan membentuk elemen-elemen visual. Dari keseimbangan itulah kemudian melahirkan kepekaan terhadap penglihatan yang mempengaruhi munculnya berbagai macam tingkatan emosional. Misalnya rasa senang, sedih, haru, bahagia, atau romantis, dan lain-lain.
Demikian halnya dengan fotografi, dimana letak kekuatannya sangat ditentukan oleh pembatasan ruang (framing) yang baik, komposisi, irama warna, pesan dari isi foto dan lain-lain. Dalam posisinya sebagai media komunikasi visual, warna merupakan salah satu unsur yang kuat dalam menciptakan kedekatan antara si fotografer dan pengamatnya. Sebab, perubahan citra dan psikologis seseorang yang mengamati sebuah foto bergantung oleh dominasi warna yang diterapkan oleh seorang fotografer. Misalnya dalam sebuah foto yang menampilkan nuansa biru maka suasana hati yang melihatnya menjadi merasa melankolis, merah menyala memberi kesan bersemangat dan agresifitas, orange memberikan suasana kehangatan dan keseimbangan, dan hijau menampilkan kesan alami dan kesuburan. Terkadang juga sebuah foto justru menampilkan kesan warna-warni yang memberi kesan sebagai keceriaan, rasa gembira atau keberagaman.
Melalui foto warna, seorang fotografer bisa membangun interpretasi kepada orang lain tentang sebuah momen. Jika kombinasi warna diterapkan secara baik pada setiap foto maka pesan dari foto tersebut akan segera ditransformasikan oleh yang melihatnya, selain peran pentingnya dalam meningkatkan fokus pada subjek utama.
Keuntungan lain dari fotografi warna didukung dengan berkembangnya software pengolah foto. Umumnya, software pengolah foto telah dilengkapi dengan fasilitas tools yang variatif dan palet warna yang beraneka ragam. Olah foto biasanya dilakukan untuk mengoreksi sebuah foto jika dianggap masih terdapat kekurangannya, misalnya intensitas warna yang terlalu tinggi, warna yang sangat kontras, atau pencahayaan yang kurang. Lebih dari itu olah foto juga seringkali dilakukan oleh fotografer untuk membuat karya digital imaging. Seperti yang banyak dilakukan fotografer profesional yang bergerak dibidang advertising, wedding photography, atau bisnis fotografi lainnya.

Fotografi Hitam-Putih

            Dalam sejarah fotografi, foto pertama yang diciptakan oleh Niepce di Perancis pada tahun 1826 adalah foto hitam putih. Foto yang diciptakan dengan menggunakan lempengan campuran timah yang telah ia pekakan. Kemudian disempurnakan melalui eksperimen yang dilakukan J.C Maxwell di tahun 1861 yang menciptakan foto warna untuk pertama kali. Dan selanjutnya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Di era fotografi warna seperti saat ini, foto hitam-putih masih sangat berkesan oleh sebagian fotografer khususnya di tanah air kita. Meski tidak berlangsung lama, foto hitam-putih sempat mengalami kebekuan di awal tahun 90-an. Dikarenakan ketika itu sulitnya mendapatkan obat pengembang (developer) berkualitas dan kertas cetak. Bahkan hingga kini, beberapa fotografer dalam membuat foto hitam-putih masih memilih melakukan proses cuci-cetak manual daripada teknologi cetak digital. Tentunya dengan alasan tersendiri.
Salah satu yang sangat berbeda dengan foto warna yaitu foto hitam-putih menyajikan kesederhanaan. Dalam arti bahwa hitam-putih bebas dari kebisingan warna serta mampu “berdiri” sendiri dalam menyuguhkan keindahan. Bentuk, garis, kontras dan tekstur akan menjadi lebih menonjol dalam hitam-putih.
Kebanyakan fotografi di zaman lampau dibuat dalam hitam-putih, sehingga foto hitam-putih yang bertahan hingga zaman modern ini menjadi klasik dan abadi. Foto hitam-putih dalam kesederhanaannya selalu tampak lebih serius, bahkan ada yang mengatakan bahwa hitam-putih kadang-kadang lebih bijaksana. Jika sebuah foto berisi adegan yang dramatis maka akan lebih menonjol ketika dibalut ke dalam hitam-putih. Sebab, dalam penyampaian pesannya kepada yang mengamatinya sangat “jujur”. Hitam-putih akan terasa lebih ringan untuk diamati tetapi memiliki kedalaman makna. Misalnya dalam foto portraiture, dengan hitam-putih dapat membantu seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada ekspresi wajah dalam sebuah foto. Karena adanya gradasi gelap terang sehingga pola dan tekstur yang ditampilkan menjadi lebih ekpresif dan menarik.
Tidak heran jika hitam-putih masih mendapat apresiasi tinggi di kalangan pencinta fotografi. Bagi sebagian fotografer yang memilih jalur ini menganggap bahwa hitam-putih memiliki “soul” dan pesona tersendiri. Dan mungkin dengan alasan itu pula sehingga para fotografer membuat karya foto hitam putih. Misalnya dalam karya Fine Art Photography, Street Photography, Journalis Photography, atau Portrait Photography dan lain-lain.   
Apa yang telah dijelaskan di atas, mungkin masih sebagian kecil dari penjelasan mengenai fotografi warna dan hitam-putih secara lengkap. Penjelasan di atas bukanlah sebagai parameter atau “harga mati” untuk ukuran fotografi saat ini. Dunia fotografi merupakan disiplin ilmu yang bersifat dinamis dan kompleks sehingga bisa saja melahirkan pandangan dan argumentasi yang berbeda. Sekali lagi, asumsi setiap orang akan sangat subjektif dan semuanya tentu kembali pada diri kita masing-masing. Bravo fotografi Indonesia.. 


Foto Seni Rupa Ekspresi Fotografi Digital

Oleh : Goenawan Monoharto
Istilah Foto Seni Rupa muncul beberapa tahun terakhir ini dalam wacana fotografer Indonesia, berawal dari mata rantai Kontes Foto Inovasi yang diselenggarakan oleh HISFA Jogjakarta Tahun 2001. Ketika itu diumumkan, persyaratan utama foto yang akan dilombakan adalah foto yang inovasinya terbilang ekstrim. Baik dilakukan oleh pekaryanya pada saat pemotretan, lewat teknik laboratorium maupun di kelola secara imaging digital atau rekayasa komputer. Kontes Foto yang menarik minat seniman - seniman foto tersebut, secara tidak langsung telah membuka “jalan” baru bagi perkembangan fotografi di Indonesia.
Foto Seni Rupa begitu cepat mencuat ke permukaan, setelah Kontes Foto Inovasi Hisfa 2001 di Jogjakarta. Tak dapat dipungkiri bahwa seorang pakar fotografi dan seniman foto yang bernama Agus Leonardus, telah membuka genre baru dalam perkembangan fotografi di Indonesia utamanya dalam jenis Foto Seni Rupa. Saat itu banyak tanggapan dan komentar muncul setelah melihat karya - karya baru yang menghentakkan itu.
Diketahui bahwa, jauh sebelum era digital merebak, maniak fotografi sudah berkarya secara manual guna menemukan bentuk “miring” yang jauh menyimpang dari karya foto salon. Sehingga muncullah aliran karya yang disebut fine art, foto eksperimen dan foto kreatif yang selalu sarat dengan nuansa dan muatan absurditas serta tak pernah selesai dalam pencariannya. Rata – rata pekarya aliran yang satu ini, mengutamakan ego idealisme, serta rasa kepuasan batin sebagai seorang seniman foto yang mengesampingkan dulu untuk mendapatkan profit dari profesionalismenya.
Orang foto yang bernaung di bawah payung organisasi fotografi yang masih sangat fanatik dengan karya yang belum tersentuh dengan perangkat lunak, merasa sedikit “risih” atas fenomena Foto Seni Rupa. Kendati dengan lapang dada mereka harus menerima kenyataan itu, tak menyangka akan secepat itu laju perkembangannya. Selanjutnya diketahui bahwa telah terjadi loncatan tinggi dalam kreativitas karya fotografi di Indonesia. Era digital dianggap sudah memporak - porandakan paradigma dan teknik fotografi lama.
Pemanfaatan teknik digital di dalam mengeskpresikan sebuah karya Foto Seni Rupa, sekarang ini merupakan hal yang dominan. Peran teknologi digital dianggap menjadi sangat penting, namun bukan berarti pekarya atau seniman foto, sekedar mau mencari kemudahan – secara instan - dalam mencipta. Tetapi mau tidak mau, action kemajuan teknologi digital bakal terus mempengaruhi karya fotografi, yang diserapnya dalam berbagai eksperimen yang menuai hasil hingga sangat menakjubkan.
Faktanya, peraih medali salon foto Indonesia - lomba yang foto paling bergengsi di republik ini - beberapa tahun terakhir, justru didominasi dari karya foto hasil pergaulan “intim” dengan teknologi digital, baik dengan kamera maupun pemakaian perangkat lunak program komputer. Tak dapat dipungkiri dan dielakan bahwa, kelak, pasti akan lahir generasi - pekarya fotografi yang kurang menguasai teknik fotografi standar atau baku. Mudah - mudahan saja kecemasan ini tidak terjadi. Tetapi yang pasti terjadi adalah perkembangan teknologi telah membuka ruang, dan kekayaan ruang ekspressi itu dapat digauli dengan pendekatan masing - masing kreator dengan berbagai anutan yang dapat memperkaya atau sekaligus mempermiskin inovasi karya fotografi.
Dalam mengekspresikan karya foto yang memakai “alat bantu” olah digital, alangkah baiknya jika berawal dari selembar foto atau sebuah kutipan (shoot) pada kamera. Akan lebih baik lagi jika karya tersebut dilahirkan dari sebuah konsep seni rupa yang bermula dari benak seorang seniman foto. Ibaratnya membangun sebuah rumah, blue print yang dari pembangunan rumah tersebut menjadi sangat penting untuk mewujudkan hasil akhirnya.
Sebab seorang fotografer, meskipun ia sudah memakai kamera digital yang tercanggih sekalipun setidaknya banyak keterbatasan yang akan dihadapinya. Apalagi jika hanya memakai kamera yang biasa (manual). Keterbatasan yang dihadapi selain masalah peralatan, juga dalam hal pengambilan subyek seperti lokasi, waktu, cuaca, dan segala macam keterbatasan lainnya. Sehingga aura yang ingin didapatkan seperti yang dalam pikiran (konsep dan gagasan) tidak akan tercapai. Untuk itu seorang seniman foto memamfaatkan perangkat lunak yang salah satunya disebut Photoshop dalam berkarya, adalah bagaimana memamfaatkan fasilitas tersebut sebagai penyempurnaan dalam mencapai aura yang diinginkan dalam karyanya.
Demikian pula dengan karya Foto Seni Rupa yang disentuh dengan perangkat lunak, setidaknya wajib mempunyai gagasan sekecil apapun di dalamnya. Hal tersebut, tentu saja tidak terlepas dari penonjolan goresan keindahannya. Hanya saja ada kekuatiran bahwa, jangan sampai lebih indah foto dasarnya ketimbang dari hasil akhir dari karya foto yang justru sudah diolah secara digital imaging. Kecuali jika memang si seniman foto itu, menghendaki ekspresi lain pada karya fotonya, dengan konsep “trial and error” - penyimpangan dan pengrusakan keindahan.
Foto seni rupa adalah lebih mementingkan penyampaian pesan (message) dan bentuk (form) ketimbang syarat - syarat lainnya sebagai sebuah foto yang baik. Kendati pun tak dapat disepelekan soal teknik fotografi yang baku / konvensional maupun sentuhan akhir (hasil cetakan laboratorium) sebuah karya foto. Sebab untuk mendapatkan hasil fotografi yang indah dan sempurna dalam penggarapan imaging digital, haruslah mempunyai bahan dasar sebuah foto yang berkualitas baik dari segi teknik.
Proses kreatifnya, adalah bermula dari sebuah gagasan yang dituangkan pada sebuah hasil jepretan. Sangat sederhana proses kreatif itu, namun sama sekali tidak instan. Prinsip yang paling penting adalah, kejelian visi dan bagaimana menuangkan rasa sensitivitas dalam mengolah foto tersebut. Nah bagaimana dengan kita, dimana mesti berpijak dalam memberi citra pada karya foto itu. Terserah masing-masing pilihan. Selamat Sukses.
http://iccankmakassar.blogspot.com/2010/01/foto-seni-rupa.html