Oleh Irsan Jafar
Popularitas fotografi saat ini bagai jamur yang melekat di dinding basah. Semakin lama, semakin banyak diminati dan meluas. Atau sederhananya hampir semua kalangan orang “sadar kamera”, entah dipotret atau memotret. Memang, sangat manusiawi jika seseorang tertarik dengan fotografi. Tidak ada yang sulit, kini dengan ponsel saja seseorang bisa memotret apa saja, dimana saja, atau dengan istilah “pilih mana suka” semua orang bisa merekam setiap objek sesuka hati. Terlepas dari kaidah-kaidah estetika atau penentuan warna. Karena pada dasarnya setiap orang sadar bahwa sebuah momen tidak akan terjadi dua kali sehingga tiap momen berharga dianggap patut diabadikan. Tidak heran jika fotografi telah menjadi kebutuhan dalam kehidupan kita. Bahkan sebagian orang menganggap bahwa fotografi membuat kehidupan seseorang lebih berwarna dan lebih kompleks. Sebab di dalamnya berusaha menyampaikan bahasa nonverbal yang terbentuk dari bangunan komposisi, ritme cahaya, dimensi warna dan pesan dalam satu framing. Sehingga dengan bahasa itu seseorang bisa lebih mengaktualisasikan diri berdasarkan kehendak hati. Singkatnya, fotografi tidak sekedar sebagai media dua dimensi di atas kertas foto.
Sekarang ini, dunia fotografi telah dieksplorasi sekian banyak manusia. Dan setiap manusia yang memilih jalan ini tentunya berangkat berdasarkan motivasi dan alasan tertentu. Maka lahirlah alasan yang beragam, mulai dari sekedar for fun hingga menjadi mata pencaharian dan bahkan ada sub pilihan khusus yakni fotografi warna atau fotografi hitam-putih. Meskipun pada akhirnya motivasi seorang fotografer itu senantiasa berubah tergantung dinamika perkembangan fotografi.
Dikotomi warna dan hitam-putih sebagai generalisasi “besar” dalam fotografi seolah mendefinisikan bahwa fotografi warna adalah foto yang terdiri dari komponen-komponen warna yang secara teratur dan bersatu padu membentuk komposisi utuh. Sementara fotografi hitam-putih yakni foto yang terdiri dari komposisi yang terbentuk berdasarkan intensitas cahaya, jika cahaya yang masuk lebih banyak maka akan terang dan disebut sebagai putih dan jika cahaya yang masuk lebih sedikit maka akan gelap dan disebut sebagai hitam. Karena intensitas cahaya senantiasa bergradasi sehingga mampu membentuk objek menjadi jelas. Jadi, secara visual antara keduanya jelas perbedaannya.
Setiap fotografer telah membuat keputusannya sendiri ketika akan memotret sesuatu, apakah menjadikan momen itu warna atau hitam-putih. Keputusan tersebut biasanya ditentukan sebelum meninggalkan rumah atau terkadang keputusan itu ditentukan oleh situasi di lapangan. Pada kasus tertentu, tidak ada pilihan lain fotografer selain hitam-putih. Misalnya fotografer kelas dunia seperti Henri Cartier Bresson, James Nachtwey dan Hilmar Pabel yang menjalani profesi memotretnya ke berbagai belahan dunia yang ketika itu negara-negara dunia tengah sibuk di dalam konflik Perang Dunia. Pada masa itu dunia fotografi masih dalam proses transisi dari fotografi hitam-putih ke fotografi warna.
Menetapkan pilihan yang terbaik antara warna atau hitam-putih jelas akan melahirkan asumsi yang berbeda dan “super” subjektif. Meskipun setiap asumsi tersebut belum dapat digeneralisasikan ke dalam setiap kasus di dunia fotografi. Mungkin akan lebih bijaksana jika disebutkan bahwa keduanya masing-masing memiliki keunggulan.
Keunggulan fotografi Warna dan Hitam-Putih
Fotografi Warna
Sebagai media dua dimensi seperti dalam seni lukis, warna merupakan instrumen penting dalam upaya membangun komunikasi antara pelukis dengan pengamatnya. Kekuatan sebuah lukisan akan terbentuk jika terdapat keseimbangan warna, bentuk dan komposisi yang secara bersamaan membentuk elemen-elemen visual. Dari keseimbangan itulah kemudian melahirkan kepekaan terhadap penglihatan yang mempengaruhi munculnya berbagai macam tingkatan emosional. Misalnya rasa senang, sedih, haru, bahagia, atau romantis, dan lain-lain.
Demikian halnya dengan fotografi, dimana letak kekuatannya sangat ditentukan oleh pembatasan ruang (framing) yang baik, komposisi, irama warna, pesan dari isi foto dan lain-lain. Dalam posisinya sebagai media komunikasi visual, warna merupakan salah satu unsur yang kuat dalam menciptakan kedekatan antara si fotografer dan pengamatnya. Sebab, perubahan citra dan psikologis seseorang yang mengamati sebuah foto bergantung oleh dominasi warna yang diterapkan oleh seorang fotografer. Misalnya dalam sebuah foto yang menampilkan nuansa biru maka suasana hati yang melihatnya menjadi merasa melankolis, merah menyala memberi kesan bersemangat dan agresifitas, orange memberikan suasana kehangatan dan keseimbangan, dan hijau menampilkan kesan alami dan kesuburan. Terkadang juga sebuah foto justru menampilkan kesan warna-warni yang memberi kesan sebagai keceriaan, rasa gembira atau keberagaman.
Melalui foto warna, seorang fotografer bisa membangun interpretasi kepada orang lain tentang sebuah momen. Jika kombinasi warna diterapkan secara baik pada setiap foto maka pesan dari foto tersebut akan segera ditransformasikan oleh yang melihatnya, selain peran pentingnya dalam meningkatkan fokus pada subjek utama.
Keuntungan lain dari fotografi warna didukung dengan berkembangnya software pengolah foto. Umumnya, software pengolah foto telah dilengkapi dengan fasilitas tools yang variatif dan palet warna yang beraneka ragam. Olah foto biasanya dilakukan untuk mengoreksi sebuah foto jika dianggap masih terdapat kekurangannya, misalnya intensitas warna yang terlalu tinggi, warna yang sangat kontras, atau pencahayaan yang kurang. Lebih dari itu olah foto juga seringkali dilakukan oleh fotografer untuk membuat karya digital imaging. Seperti yang banyak dilakukan fotografer profesional yang bergerak dibidang advertising, wedding photography, atau bisnis fotografi lainnya.
Fotografi Hitam-Putih
Dalam sejarah fotografi, foto pertama yang diciptakan oleh Niepce di Perancis pada tahun 1826 adalah foto hitam putih. Foto yang diciptakan dengan menggunakan lempengan campuran timah yang telah ia pekakan. Kemudian disempurnakan melalui eksperimen yang dilakukan J.C Maxwell di tahun 1861 yang menciptakan foto warna untuk pertama kali. Dan selanjutnya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Di era fotografi warna seperti saat ini, foto hitam-putih masih sangat berkesan oleh sebagian fotografer khususnya di tanah air kita. Meski tidak berlangsung lama, foto hitam-putih sempat mengalami kebekuan di awal tahun 90-an. Dikarenakan ketika itu sulitnya mendapatkan obat pengembang (developer) berkualitas dan kertas cetak. Bahkan hingga kini, beberapa fotografer dalam membuat foto hitam-putih masih memilih melakukan proses cuci-cetak manual daripada teknologi cetak digital. Tentunya dengan alasan tersendiri.
Salah satu yang sangat berbeda dengan foto warna yaitu foto hitam-putih menyajikan kesederhanaan. Dalam arti bahwa hitam-putih bebas dari kebisingan warna serta mampu “berdiri” sendiri dalam menyuguhkan keindahan. Bentuk, garis, kontras dan tekstur akan menjadi lebih menonjol dalam hitam-putih.
Kebanyakan fotografi di zaman lampau dibuat dalam hitam-putih, sehingga foto hitam-putih yang bertahan hingga zaman modern ini menjadi klasik dan abadi. Foto hitam-putih dalam kesederhanaannya selalu tampak lebih serius, bahkan ada yang mengatakan bahwa hitam-putih kadang-kadang lebih bijaksana. Jika sebuah foto berisi adegan yang dramatis maka akan lebih menonjol ketika dibalut ke dalam hitam-putih. Sebab, dalam penyampaian pesannya kepada yang mengamatinya sangat “jujur”. Hitam-putih akan terasa lebih ringan untuk diamati tetapi memiliki kedalaman makna. Misalnya dalam foto portraiture, dengan hitam-putih dapat membantu seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada ekspresi wajah dalam sebuah foto. Karena adanya gradasi gelap terang sehingga pola dan tekstur yang ditampilkan menjadi lebih ekpresif dan menarik.
Tidak heran jika hitam-putih masih mendapat apresiasi tinggi di kalangan pencinta fotografi. Bagi sebagian fotografer yang memilih jalur ini menganggap bahwa hitam-putih memiliki “soul” dan pesona tersendiri. Dan mungkin dengan alasan itu pula sehingga para fotografer membuat karya foto hitam putih. Misalnya dalam karya Fine Art Photography, Street Photography, Journalis Photography, atau Portrait Photography dan lain-lain.
Apa yang telah dijelaskan di atas, mungkin masih sebagian kecil dari penjelasan mengenai fotografi warna dan hitam-putih secara lengkap. Penjelasan di atas bukanlah sebagai parameter atau “harga mati” untuk ukuran fotografi saat ini. Dunia fotografi merupakan disiplin ilmu yang bersifat dinamis dan kompleks sehingga bisa saja melahirkan pandangan dan argumentasi yang berbeda. Sekali lagi, asumsi setiap orang akan sangat subjektif dan semuanya tentu kembali pada diri kita masing-masing. Bravo fotografi Indonesia..